Peningkatan Statistik Kasus Aborsi di Indonesia

Daniel S. Green dari Washington Post mengatakan bahwa pada tahun 1996, di Amerika setiap tahun ada 550.000 orang yang meninggal karena kanker dan 700.000 meninggal karena penyakit jantung. Jumlah ini tidak seberapa dibandingkan jumlah kematian karena aborsi yang mencapai hampir 2 juta jiwa di negara itu.

A. Statistik aborsi di Indonesia.

Frekuensi terjadinya aborsi sangat sulit dihitung secara akurat, karena aborsi buatan sangatĀ sering terjadi tanpa dilaporkan kecuali jika terjadi komplikasi, sehingga perlu perawatan di Rumah Sakit.

Akan tetapi, berdasarkan perkiraan dari BKBN, ada sekitar 2.000.000 kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Berarti ada 2.000.000 nyawa yang dibunuh setiap tahunnya secara keji tanpa banyak yang tahu.

Secara keseluruhan, di seluruh dunia, aborsi adalah penyebab kematian yang paling utama dibandingkan kanker maupun penyakit jantung.

Kasus aborsi di Indonesia menjadi salah satu penyumbang terbesar kasus kematian di Indonesia sejak beberapa dekade terakhir. Kematian akibat aborsi tersebut mencakup aborsi yang disengaja (induced abortion) maupun yang tidak disengaja (spontaneous abortion). Kasus aborsi sendiri kini mendapat sorotan serius dari badan kesehatan dunia (WHO), termasuk sosialisasi bahaya dan cara penanganan baik untuk induced abortion atau spontaneous abortion.

Secara langsung meningkatnya kasus aborsi di Indonesia tahun 2017 dan di dunia menambah risiko kesehatan sebagian perempuan, terutama mereka yang awam dengan cara aborsi yang benar atau penanganan yang tepat pasca aborsi.

B. Kasus Aborsi Semakin Meningkat

Berdasarkan penelitian WHO, ditemukan tingkat aborsi secara global yaitu 28 kasus dari 1000 kehamilan dalam 1 tahun. Yang cukup mencengangkan, presentase kasus aborsi yang dilakukan secara sengaja tanpa bantuan tim medis yang terlatih melonjak dari 44 persen menjadi 49 persen. Beberapa jurnal kesehatan yang sempat mempublikasikan data itu mengatakan bahwa angka tersebut sudah dalam level memprihatinkan.

Yang perlu digarisbawahi, penyebab utama kematian perempuan hamil di dunia adalah aborsi yang tidak aman. Hal ini mengacu pada kasus aborsi di Indonesia terbaru yang dilakukan tanpa pengawasan medis yang memadai atau tidak dilakukan di rumah sakit atau klinik. Dengan kata lain, tanpa pengawasan medis atau dilakukan diluar rumah sakit atau klinik, aborsi membuat perempuan lebih rentan terhadap perdarahan dan infeksi berbahaya.

C. Kasus Kematian Ibu Hamil

Hampir semua negara-negara berkembang, atau negara-negara dimana terdapat aturan aborsi yang begitu ketat, sebagian besar aborsi dilakukan dengan cara tidak aman. Bahkan di Afrika tercatat 97% tindakan aborsi dilakukan tanpa pengawasan dokter terlatih.

Dari banyaknya jumlah kasus aborsi di Indonesia yang menyebabkan meningkatnya kasus kematian ibu hamil, sejumlah peneliti menggunakan metode jajak pendapat menurut catatan statistic rumah maupun catatan resmi di rumah sakit. Hasilnya, meski sempat menurun pada tahun 1995, namun angka penurunan tersebut menjadi tidak berarti seiring bertambahnya populasi penduduk di Indonesia dan di dunia.

Artinya jumlah kasus aborsi di semua negara di dunia mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Meski demikian di sejumlah negara maju kehamilan yang berakhir dengan aborsi jumlahnya menurun dari 36 persen menjadi 26 persen. Lain halnya dengan negara yang menerapkan peraturan ketat tentang aborsi, tidak ada penurunan kasus aborsi sama sekali.

D. Risiko Aborsi

Berkaca dari banyaknya data statistik kasus aborsi di Indonesia, kiranya perempuan hamil wajib mengetahui risiko aborsi berikut ini. Risiko infeksi rahim. Risiko ini cukup mengerikan karena bisa terjadi 1 kali dari 10 kali kasus aborsi.

Masih ada sisa kehamilan dalam rahim. Kondisi ini kemungkinan terjadi karena proses aborsi tidak ditangani oleh dokter spesialis atau tenaga medis bersertifikat. Contohnya aborsi dengan bantuan dukun beranak atau menggunakan obat-obat tradisional yang belum teruji manfaat dan keamanannya secara klinis. Kasus ini bisa terjadi 1 kali dari 20 kali kejadian aborsi.

Kehamilan terus berlanjut. Kasus ini hanya terjadi 1 kali dari 200 kali kasus aborsi.

Risiko perdarahan hebat. Kemungkinan hanya ada 1 kasus dari 1000 kasus aborsi. Kondisi ini sangat mungkin membutuhkan transfusi darah.

Menyebabkan kerusakan serviks. Kasus kerusakan serviks atau mulut rahim kemungkinan hanya terjadi 1 kali dari 100 kasus aborsi yang dilakukan dengan metode operasi (surgical abortion).

Menyebabkan kerusakan rahim. Risiko ini bisa terjadi dengan perbandingan 1 dari 250-1000 kasus aborsi dengan metode operasi (surgical abortion) dan 1 dari 1000 kasus aborsi menggunakan obat.

Risiko psikologis dimana perempuan rentan mengalami stress, depresi, dan rasa bersalah berlebihan setelah aborsi.

2 comments

Tinggalkan komentar